Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Jakarta hari ini, Minggu ( 23/6/2013) mengumumkan pemenang Apresiasi
Jurnalis (AJJ) Jakarta 2013 dalam acara Pesta Media 2013 Tetap
Independen, Tidak Partisan di Galeri Nasional, Jakarta. Setelah melalui
proses penjurian, juri memutuskan ada lima pemenang Apresiasi Jurnalis
Jakarta 2013 masing-masing untuk lima kategori, yaitu media cetak,
online, radio, televisi dan foto.
Pemenang untuk kategori media cetak adalah karya jurnalistik reportase dengan judul “Arisan Kenaikan Harga, Kelangkaan Bawang dan Carut Marut Tata Niaga Komoditas” oleh Arief Ardiansyah, Anastasia Lilin Yuliantina dan Andri Indradie, dari Mingguan Kontan.
Kategori media online karya terbaik adalah jenis
reportase dengan judul “Kondisi Citarum di Hulu dan Hilir” karya Erik
Purnama Putra dari Republika Online. Sementara pemenang kategori radio
adalah “Perjuangan Bidan Bergaji Rp. 15 Ribu” karya Yudi Rahman dari
Kantor Berita Radio (KBR) 68 H.
Pemenang untuk kategori televisi jenis reportase ialah “Menanti Aksi Pemerintah di Geylang” karya Monique Rijkers dari Metro TV. Dan karya foto bercerita dimenangkan oleh Fransiskus P Simbolon dengan judul “Emma Menjemput Mimpi di Ibukota” dari Harian Kontan.
Masing-masing pemenang berhak memperoleh
sertifikat dan hadiah uang tunai masing-masing kategori sebesar Rp. 5
juta. Hadiah tersebut diantaranya disediakan oleh PT. Perusahaan Gas
Negara (persero).
Juri AJJ 2013 adalah Wenseslaus Manggut (Redaktur Pelaksana Viva.co.id) untuk kategori media cetak dan online, Eddy Suprapto (Wapemred RCTI) untuk kategori televisi, Margiyono (Pendiri Indonesia Online Advocacy/IDOLA) untuk kategori radio, serta Arbain Rambey (Fotografer Kompas) untuk kategori foto.
Panitia dan empat juri menetapkan kriteria penilaian untuk semua karya yang mengikuti AJJ 2013, yakni manfaat untuk publik, kemampuan menggali data di lapangan, menembus narasumber yang tepat, orisinalitas, penulisan atau penyajian serta bahasa dan etika jurnalistik yang digunakan.
Apresiasi
Jurnalis Jakarta 2013 cukup mendapat respon dari para jurnalis di
Jakarta. Selama empat pekan masa pendaftaran, mulai 3 Mei hingga 10 Juni
2013, panitia menerima 71 karya jurnalistik dari media televisi,
cetak, online, radio, dan foto.
Lomba jurnalistik yang diselenggarakan AJI Jakarta ini telah dimulai sejak 2002 dan diumumkan setiap tahun. Lewat lomba ini AJI Jakarta ingin mendorong para jurnalis dan media untuk terus meningkatkan kualitas karya-karya jurnalistiknya dan memberi manfaat bagi publik.
Publikasi lomba AJJ 2013 sudah disebar di berbagai milis jurnalis, lewat facebook dan twitter AJI Jakarta. Juga disebarkan melalui undangan kepada redaksi media cetak, online, radio dan televisi di Jakarta melalui fax dan email. Informasi juga dilakukan melalui berbagai media komunikasi dan sosial lainnya.
Dari sejumlah karya yang dilombakan tahun ini, secara umum kualitasnya cukup bagus. Namun pengambilan tema, angle berita dan obyek foto belum ada yang baru. Semua masih bermain dalam isu-isu lama, meskipun manfaatnya untuk publik juga dinilai penting.
Menurut Wenseslaus Manggut, juri karya cetak dan online, sejumlah karya yang mengikuti AJJ 2013 sudah mengedepankan invetigasi dan indepth reporting. Hanya saja sebagian besar hanya melakukan penggalian data melalui internet dan merangkum keterangan dari berbagai narasumber. “Penting menilai kemampuan reporter menggali data langsung dilapangan, menelusuri apa yang terjadi di lapangan dan menginformasikan kepada publik secara lengkap. Verifikasi dengan pihak-pihak terkait yang disebutkan dalam berita sering diabaikan. Padahal info dan data penting mungkin bisa diperoleh dari hasil verifikasi tersebut,” kata Wenseslaus Manggut.
Ia menekankan sebuah berita perlu mengedepankan akurasi, kejelasan, dan kelengkapan data yang dihimpun dari lapangan dan disampaikan kepada pembaca dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. Untuk media online, selayaknya dapat memanfaatkan teknologi digital dengan beragam media, seperti video atau rekaman suara. “Karya terbaik yang diapresiasi telah menyajikan data yang kuat dan akurat,” kata Wenseslaus.
Margiyono, juri untuk media radio, karya feature yang diikutkan dalam AJJ 2013 cenderung memilik gaya yang sama, baik dari pemilihan tema, sudut pandang, format laporan, serta teknik pembacaan narasi karena berasal dari satu stasin radio yang sama. Menurutnya, secara umum karya-karya untuk kategori radio masih melaporkan tema yang biasa dan umum, seputar isu seperti lingkungan hidup, perburunan, toleransi kehidupan beragama dan diskriminasi politik. “Dari teknik penyajian laporan, karya-karya yang masuk juga belum begitu memuaskan. Reporter kurang kreatif mengambil sudut pandang dan belum menggali cerita yang spesifik dan menarik,” katanya.
Selain itu, laporan
kurang mendapat dukungan sound atau efek suara yang bisa menciptakan
"teather of mind" sebagaimana diharapkan muncul dalam feature radio.
Klip-klip wawancara juga terkesan datar.
“Tidak ada karya yang memiliki nilai sangat menonjol, Juga tidak ada yang mendapat nilai sangat rendah. Tetapi karya yang diapresiasi adalah karya terbaik dalam memilih tema dan melakukan penggalian data di lapangan,” katanya.
Karya radio ini mampu mengangkat cerita perjuangan seorang bidan di pedalaman Banten secara lebih hidup, dengan cara mengikuti langsung aktivitas bidan tersebut. Reportase juga telah menggambarkan masalah yang sebenarnya sangat besar, tentang lemahnya sistem jaminan kesehatan di negeri ini.
Juri untuk kategori foto, Arbain Rambey mengatakan secara umum kualitas karya foto yang mengikuti Apresiasi Jurnalis Jakarta 2013 sudah bagus. Namun masih kalah kualitasnya dibandingkan karya foto yang masuk 5-6 tahun lalu untuk lomba yang sama.
Secara
umum, ia memberi nilai untuk mutu karya foto peserta lomba ini. Begitu
juga kemampuan memberi narasi dinilai cukup baik. Hanya saja karya foto
yang ikut kegiatan ini masih rendah untuk penilaian mutu materi. Sebab
obyek gambar yang diambil diantaranya banjir, kemacetan jakarta dinilai
sudah cukup umum.
“Kemampuan fotografi mereka sudah cukup baik, meskipun belajar secara otodidak. Hanya saja obyek gambar yang diambil masih umum. Mungkin mereka para fotografer tidak mempunyai waktu khusus untuk hunting obyek yang bagus, sebab kemampuan mencari obyek gambar yang bagus itu butuh kejelian,” kata Arbain Rambey. Ia menilai internet telah mempengaruhi kualitas karya fotografer sehingga hanya ingin mengambil obyek yang umum. Ia berharap kegiatan ini tetap berlangsung dan publikasinya lebih luas lagi menyentuh fotografer di Jakarta.
“Harapannya publikasi lebih luas, sehingga pesertanya bisa lebih banyak. Ini banyak fotografer yang ngumpet dan tidak mengirimkan karyanya,” kata Arbain.
Eddy Suprapto, juri untuk kategori televisi menilai puluhan karya yang yang mengikuti AJJ 2013 secara kualitas sangat baik. Kriteria penilaian ditekankan pada teknik pengambilan visual, keberimbangan narasumber, narasi, topik serta background ilustrasi musik.
“Karya terbaik yang diapresiasi memiliki kekuatan audio dan visual yang baik, mampu membedakan teknik pengambilan visual malam dan pagi hari, serta mampu mengoptimalkan kamera tersembunyi secara proporsional,” katanya.
Kelebihan dari karya yang diapresiasi tersebut, kata dia, juga menyajikan narasumber yang lengkap yang mampu membangun ide serta topik yang disajikan, serta memiliki pesan yang kuat. Selain itu narasi dan ilustrasi musiknya sesuai dengan tema.
AJI
Jakarta berharap Apresias Jurnalis Jakarta ini akan mendorong para
jurnalis dan media untuk meningkatkan kualitas karya jurnalistiknya dan
memiliki dampak yang positif bagi publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar